PIT DAN FISSURE
Pit dan Fissure
Pit adalah titik terdalam berada pada pertemuan antar beberapa groove atau
akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura adalah
garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi (Russel C.Wheeler, 1974). Macam
pit dan fisura bervariasi bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U (terbuka
cukup lebar); tipe V (terbuka, namun sempit); tipe I (bentuk seperti leher
botol).
Bentuk pit dan fisura bentuk U cenderung dangkal, lebar sehingga
mudah dibersihkan dan lebih tahan karies. Sedangkan bentuk pit dan fisura
bentuk V atau I cenderung dalam, sempit dan berkelok sehingga lebih rentan
karies. Bentukan ini mengakibatkan penumpukan plak, mikroorganisme dan debris.
Morfologi permukaan oklusal gigi bervariasi berbagai
individu. Pada umumnya bentuk oklusal pada premolar nampak dengan tiga atau
empat pit. Pada molar biasanya terdapat sepuluh pit terpisah dengan fisura
tambahan (M. John hick dalam J.R Pinkham, 1994: 454).
Histopatologi Karies pada Pit dan Fisura
Permukaan oklusal gigi
posterior merupakan daerah yang paling rawan untuk terjadinya karies. Bentuk
anatiomis gigi ini yang memungkinkan terjadinya retensi dan maturasi plak.
Aktivitas bakteri dalam plak berakibat terjadinya fluktuasi pH. Kondisi naiknya
pH memberikan keuntungan terjadinya penambahan mineral (remineralisasi) gigi,
sedangkan turunnya pH akan berakibat hilangnya mineral gigi. Kehilangan mineral
ini merupakan suatu proses demineralisasi jaringan keras yang menjadi tanda dan
gejala sebuah penyakit (Sari Kervanto, 2009: 9).
Gejala dini suatu karies
enamel yang terlihat secra makroskopik adalah berupa bercak putih. Bercak ini
memiliki warna yang tampak sangat berbeda dengan enamel sekitarnya yang masih
sehat. Kadang-kadang lesi akan tampak berwarna coklat disebabkan oleh materi di
sekelilingnya yang terserap ke dalam pori-porinya. Baik bercak putih maupun
bercak coklat bisa bertahan tahunan lamanya (Edwina A.M. Kidd, 1992:19).
Istilah karies fisura menggambarkan adanya karies pada pit dan
fisura. Karies berawal dari dinding-dinding fisura. Karies ini membesar ukurannya
dan menyatu pada dasar fisura. Karies enamel akan melebar kearah dentin dibawahnya
sesuai dengan arah prisma enamelnya. Arah perkembangan karies ke lateral
sehingga terbentuk karies yang menggaung (Edwina A.M. Kidd, 1992:25).
Awal pembentukan karies dimulai dari fisura, yaitu
bagian terdalam dan bagian paling dasar dari permukaan gigi. Kemudian karies
berlanjut ke arah lateral dinding fisura dan lereng cusp (M. John hick dalam
J.R Pinkham, 1994: 454).
Enamel pada dasar fisura merupakan daerah yang terkena
karies paling awal, karies akan menyebar sepanjang enamel, kemudian karies berlanjut
hingga dentinoenamel junction. Bila dentin terkena karies, maka perkembangan karies
menjadi lebih cepat dibandingkan saat enamel terkena lesi. Pada kavitas fisura terjadi kehilangan mineral dan struktur
pendukung dari enamel dan dentin, sehingga secara klinis nampak karies (M. John
Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 455).
Karies secara histologi dibagi dalam zona-zona
berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop cahaya,
- Zone 1: Zona Translusen
Zona ini tidak terlihat disemua lesi, tetapi jika ada
akan terletak pada bagian depan dan merupakan daerah perubahan awal dari
gambaran normal. Zona ini tampak tidak berstruktur, translusen berbatasan
dengan zona gelap di daerah permukaan dan enamel normal di bawahnya.
Dibandingkan dengan enamel normal, zone ini lebih porus dikarenakan proses
demineralisasi.
- Zona 2: Zona Gelap
Zona gelap merupakan daerah kedua dari perubahan email
normal berada tepat di atas zona translusen.
Zona gelap lebih porus daripada zona translusen. Pada zona gelap ini
terdapat pori-pori kecil. Pori-pori ini merupakan daerah penyembuhan temapat
mineral telah didepositkan kembali.
- Zona 3: Badan Lesi
Zona ini merupakan daerah yang terbesar. Zona ini
terletak di atas zona gelap dan di bagian dalam permukaan karies. Daerah ini
berwarna lebih gelap karena adanya molekul air yang memasuki pori-pori jaringan
dimana indeks refraksi air berbeda dengan enamel. Volume pori-pori area ini
sekitar 5% di pinggir dan makin membesar ke pusatnya hingga 25%.
- Zona 4: Zona Permukaan
Zona ini terlihat paling jelas. Volume pori-pori zona
permukaan ini berkisar 1% tapi jika karies terus berkembang maka area ini
akhirnya akan hancur dan terbentuklah kavitas. Lapisan permukaan yang relatif
tidak terserang ini berhubungan dengan sifat-sifat enamel yang mempunyai
derajat remineralisasi tinggi, kandungan fluor yang banyak, dan kemungkinan
jumlah protein yang tidak larut lebih besar disbanding dengan lapisan di
bawahnya (Edwina A.M.
Kidd, 1992:21-4).
Setelah enamel terkena karies, diperlukan waktu sekitar
3-4 tahun karies berkembang hingga mencapai dentin. Perkembangan karies secara
klinis terdeteksi tergantung hilangnya ketebalan enamel dan bentukan morfologis
pit dan fisura (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 456).
Perawatan Pit dan Fisura
Menurut M. John
Hick (dalam J.R Pinkham, 1994: 456), sejumlah pilihan perawatan bagi para
dokter gigi dalam merawat pit dan fisura, meliputi:
a.
Melalui pengamatan (observasi),
menjaga oral higiene, dan pemberian fluor
b.
Pemberian sealant
Upaya pencegahan terjadinya karies permukaan gigi telah dilakukan
melalui fluoridasi air minum, aplikasi topikal fluor selama perkembangan
enamel, dan program plak kontrol. Namun tindakan ini tidak sepenuhnya efektif
menurunkan insiden karies pada pit dan fisura, dikarenakan adanya sisi anatomi
gigi yang sempit (Robert G.Craig:1979: 29).
Pemberian fluor secara topikal dan sistemik, tidak
banyak berpengaruh terhadap insidensi karies pit dan fisura. Hal ini karena pit
dan fisura merupakan daerah cekungan yang dalam dan sempit. Fluor yang telah diberikan tidak
cukup kuat untuk mencegah karies. (R.J Andlaw, 1992: 58). Pemberian fluor ini
terbukti efektif bila diberikan pada permukaan gigi yang halus, dengan pit dan
fisura minimal (M. John Hick dalam J.R Pinkham, 1994:
455).
Upaya lain dalam pencegahan karies pit dan fisura telah
dilakukan pada ujicoba klinis pada tahun 1965 melalui penggunaan sealant pada
pit dan fisura. Tujuan sealant pada pit dan fisura adalah agar sealant berpenetrasi
dan menutup semua celah, pit dan fisura pada permukaan oklusal baik gigi sulung
maupun permanent. Area tersebut diduga menjadi tempat awal terjadinya karies
dan sulit dilakukan pembersihan secara mekanis (Robert G.Craig :1979: 29).
Indikasi pemberian sealant pada pit dan fisura adalah sebagai
berikut:
- Dalam, pit dan fisura retentif
- Pit dan fisura dengan
dekalsifikasi minimal
- Karies pada pit dan fisura atau
restorasi pada gigi sulung atau permanen lainnya
- Tidak adanya karies interproximal
- Memungkinkan isolasi adekuat
terhadap kontaminasi saliva
- Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun.
Sedangkan kontraindikasi pemberian sealant pada pit dan fisura
adalah
- Self cleansing yang baik pada pit
dan fisura
- Terdapat tanda klinis maupun
radiografis adanya karies interproximal yang memerlukan perawatan
- Banyaknya karies interproximal dan
restorasi
- Gigi erupsi hanya sebagian dan
tidak memungkinkan isolasi dari kontaminasi saliva
- Umur erupsi gigi lebih dari 4 tahun.
Pertimbangan lain dalam pemberian sealant juga sebaiknya
diperhatikan. Umur anak
berkaitan dengan waktu awal erupsi gigi-gigi tersebut. Umur
3-4 tahun merupakan waktu yang berharga untuk pemberian sealant pada geligi
susu; umur 6-7 tahun merupakan saat erupsi gigi permanen molar pertama; umur
11-13 tahun merupakan saatnya molar kedua dan premolar erupsi. Sealant segera
dapat diletakkan pada gigi tersebut secepatnya. Sealant juga seharusnya
diberikan pada gigi dewasa bila terbukti banyak konsumsi gula berlebih atau
karena efek obat dan radiasi yang mengakibatkan xerostomia (Norman O. Harris, 1999:
245-6).
Etsa Asam
Sejak tahun 1950-an sejumlah laboratorium dan klinik
mempelajari tipe asam, konsentrasi asam, dan lama pengetsaan yang bisa
memberikan perlekatan optimal bahan bonding dengan kehilangan minimal pada
permukaan enamel. Asam fosfor dengan konsentrasi 35-40% dengan aplikasi selama
15-20 detik untuk gigi permanen dan gigi sulung telah memberikan perlekatan
yang bagus, dengan kehilangan minimal pada permukaan enamel.
Etsa asam pada
permukaan enamel menghasilkan sejumlah porositas. Dengan adanya porositas ini,
maka bahan sealant masuk ke dalam porositas yang telah dibuat. Dengan demikian
terjadi retensi mekanis antara enamel yang dietsa dengan bahan sealant (M. John
hick dalam J.R Pinkham, 1994: 470).
Aplikasi asam fosfor selama satu menit menghilangkan
kira-kira 10 milimikron email permukaan dan etsa permukaan dibawahnya sampai
kedalaman 20 milimikron. Etsa menghasilkan kedalaman 20 milimikron. Etsa
menghasilkan lapisan porus sehingga resin dapat mengalir masuk; porositas ini
memberikan permukaan retensi mekanis yang sangat baik (R.J Andlaw, 1992: 58).
Menurut Carline Paarmann (1991), pemberian etsa asam
fosfor selama satu menit dapat menghilangkan mineral permukaan gigi dengan
kedalaman 15-25 milimikron. Dan secara klinis warna nampak pudar, putih seperti
kapur atau seperti warna es. Hasil etsa berupa resin tag yang berperan penting
dalam retensi dan keberhasilan aplikasi sealant.
Tahapan penting dalam aplikasi sealant adalah pada saat
pengetsaan dilakukan. Bila saliva dibiarkan kontak dengan bahan etsa, maka
proses etsa akan terhambat. Karena adanya kontak dengan saliva, proses
remineralisasi gigi segera terjadi. Bila kontak saliva terjadi, maka etsa ulang
dilakukan selama 20-30 detik. Bahan etsa yang digunakan adalah asam fosfor
dengan konsentrasi 35-37% dan dilakukan aplikasi selama 30-60 detik.
Dentin kondisioner
merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan perlekatan bahan glass
ionomer dan dentin, dengan cara menghilangkan smear layer dentin. Bahan yang
biasanya digunakan adalah asam poliakrilat 10 % yang diaplikasikan selama 20
detik (Carline Paarmann, 1991:14).
Bahan material sealant
tidak hanya secara sederhana melekat di atas permukaan enamel, tetapi melalui
penetrasi bahan ke dalam mikroporositas yang terbentuk selama proses
pengetsaan. Infiltrasi etsa pada enamel menghasilkan bentukan resin tag dimana
menyediakan retensi mekanis bahan sealant. Resin tag yang terbentuk selama
pengetsaan memiliki kedalaman 25-50 mikrometer.
Resin tag mempunyai
sejumlah fungsi. Resin tag menyediakan retensi mekanis bagi bahan sealant.
Bis-GMA adalah bahan material sealant yang tidak larut asam dan menyediakan
proteksi terhadap adanya pembentukan karies selama adanya ikatan resin dan
enamel. Ikatan resin dan enamel merupakan barier terhadap kolonisasi bakteri,
menutupi fisura dan menghalangi terjebaknya sisa makanan ke dalam fisura (M.
John Hick dalam J.R Pinkham, 1994: 471-2).
Bahan Penutup Pit dan Fisura
Terdapat beberapa bentukan pit dan fisura, seperti telah
dijelaskan sebelumnya. Bahan
sealant yang ada diaplikasikan untuk menutupi bentukan anatomi tersebut, guna
mencegah masuknya bakteri, food debris ke dalam pit dan fisura (Carline
Paarmann, 1991:10).
Pencegahan karies pada permukaan gigi terutama, pit dan
fisura perlu perhatian khusus. Hal ini dikarenakan bagian ini merupakan daerah
yang paling rentan karies. Prevalensi karies oklusal pada anak-anak terbanyak
ditemukan pada permukaan pit dan fisura. Area ini sering tidak terjangkau oleh
bulu sikat gigi. Molar pertama merupakan gigi permanen yang memiliki waktu
terlama berada dalam rongga mulut.
Sealant diaplikasikan pada pit dan fisura guna menutup
dan melindungi dari karies. Bahan sealant dibedakan menurut bahan dasar yang
digunakan, metode polimerisasi, dan ada tidaknya kandungan fluoride. Meskipun
kebanyakan sealant di pasaran, bahan sealant berbahan dasar dan memiliki komposisi
kimia sama, namun hal ini penting guna mengetahui keefektifan dan kemampuan
retensi masing-masing bahan tersebut.
Kemampuan sealant untuk melepaskan fluoride, pada
permukaan pit dan fisura akan memberikan keuntungan tersendiri pada bahan sealant
semen ionomer. Semen ionomer disarankan sebagai bahan ideal untuk menutup pit
dan fisura karena memiliki kemampuan melepas fluoride dan melekat pada enamel (Subramaniam,
2008).
Bahan Sealant Berbasis Resin
a. Bahan matriks resin
Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat
(bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang
lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda
adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi
pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya
ikatan silang dan perbaikan sifat polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).
Bis-GMA, urethane dimetrakilat (UEDMA), dan trietil
glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam
komposit gigi. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah
kental pada temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk
memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang
dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan
monomer dimetakrilat (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).
Kebanyakan bahan resin
saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang
disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat. Reaksi ini
dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida (Lloyd Baum, 1997: 254).
b. Partikel bahan pengisi
Dimasukkannya partikel
bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata meningkatkan sifat bahan
matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari
komposit juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat
mekanis seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik,
begitu juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan
volume fraksi bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004:
230-1).
Bis-GMA saat ini
merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa dengan atau tanpa
bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca mikroskopis,
partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant lebih
tahan terhadap abrasi (Norman O. Harris, 1999: 246).
Bahan yang digunakan
bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari komponen silika,
cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz
telah digunakan secara
luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan kimia yang
kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi disebabkan oleh sejumlah kaca dan
porselen yang mengandung logam berat seperti barium, strontium dan zirconium. Penambahan
bahan pengisi mengurangi pengerutan pada saat polimerisasi dan menambah
kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).
c. Bahan coupling
Bahan pengisi sangatlah
penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini memungkinkan matriks polimer
lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel yang lebih kaku. Ikatan
antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan coupling. Aplikasi bahan coupling
yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis dan fisik serta memberikan
kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antar bahan
pengisi dan resin. Ī³-metakriloksipropiltrimetoksi silane adalah
bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling (Kenneth
J Anusavice, 2004: 230-1).
d. Penghambat
Untuk mencegah
polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat ditambahkan pada sistem
resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat dengan radikal bebas. Bila
radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan bereaksi dengan radikal
bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan
radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi. Bahan penghambat yang umum
digunakan adalah butylated hydroxytoluene (Kenneth
J. Anusavice, 2004: 232).
e. Sifat bahan resin
Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik,
kelarutan bahan resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator
termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan
resin bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).
Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi
dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses polimerisasi
yang tinggi menyebabkan kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan.
Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder. Pemolesan
bahan harus bagus karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan
tempat menempelnya plak (Kenneth J Anusavice, 2004: 247).
f. Indikasi fisure sealant berbasis resin
Penggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal berikut:
- Digunakan pada geligi permanen
- Kekuatan kunyah besar
- Insidensi karies
relatif rendah
- Gigi sudah erupsi
sempurna
- Area bebas kontaminasi
atau mudah dikontrol
- Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama
2.7 Pengerasan Sealant
Berbasis Resin
Terdapat dua tipe
bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran komponen katalis
dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah sumber sinar yang sesuai. Sampai
sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 nm) telah digunakan, tetapi
telah banyak digantikan oleh sinar tampak (biru) dengan panjang gelombang
430-490 nm (R.J Andlaw, 1992: 58).
2.7.1 Pengerasan Sealant Berbasis Resin
secara Otomatis
Proses ini kadang
disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self curing.
Bahan yang dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil peroksida
dan lainnya mengandung amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin bereaksi
dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi
tambahan dimulai (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).
Sealant bis-GMA
dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator yang terdiri atas dua
sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe monomer dan inisiator
benzoil peroksida, dan komponen kedua berisi tipe monomer bis-GMA dengan
akselerator 5% amina organik. Monomer bis-GMA dilarutkan dengan monomer metal
metakrilat. Sebuah bahan sealant
komersil berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel quartz
dengan diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum
diaplikasikan ke gigi dan berpolimerisasi ikatan silang sebagai reaksi
sederhana (Norman O.Harris, 1979: 30)
Pada bahan ini operator tidak memiliki
kemampuan mengendalikan waktu kerja setelah bahan diaduk. Jadi pembentukan
kontur restorasi harus diselesaikan begitu tahap inisiasi selesai. Jadi proses
polimerisasi terus-menerus terganggu sampai operator telah menyelesaikan proses
pembentukan kontur restorasi (Kenneth J. Anusavice,
2004: 235).
2.7.2 Pengerasan Sealant Berbasis Resin dengan
Sinar
Radikal bebas pemula
reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan activator amin terdapat
dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua komponen tersebut tidak
bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm)
merangsang fotoinisiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas
yang mengawali polimerisasi tambahan.
Foto-inisiator yang
digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar modern biasanya berasal
dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter sinar ultra merah dan
spectrum sinar tampak dengan panjang gelombang 500 nm (Gambar10). Waktu
polimerisasi sekitar 20-60 detik. Untuk mengimbangi penurunan intensitas sinar,
waktu pemaparan harus diperpanjang 2 atau 3 kali
(Kenneth J. Anusavice, 2004: 232-5).
Saat ini telah tersedia
bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe yang akan berpolimerisasi
setelah diaktivasi dengan sinar (Gambar 9). Sealant bis-GMA berpolimerisasi
dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem tanpa diperlukan
adanya pencampuran. Tiga bahan kental monomer bis-GMA dilarutkan dengan 1
bagian monomer metil metakrilat. Dengan aktivator berupa 2% benzoin metil eter
(Robert G. Craig, 1979: 30).
2.8
Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin
2.8.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi
fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam
perawatan gigi:
- Memiliki
kemampuan abrasif ringan
- Tanpa
ada pencampur bahan perasa
- Tidak
mengandung minyak
- Tidak
mengandung Fluor
- Mampu
membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
- Memiliki
kemampuan poles yang bagus
2.8.2 Pembilasan dengan air
Syarat
air:
- Air
bersih
- Air
tidak mengandung mineral
- Air
tidak mengandung bahan kontaminan
2.8.3 Isolasi gigi
Gunakan
cotton roll atau gunakan rubber dam
2.8.4 Keringkan permukaan gigi selama
20-30 detik dengan udara.
Syarat
udara :
- Udara
harus kering
- Udara
tidak membawa air (tidak lembab)
- Udara
tidak mengandung minyak
- Udara
sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke
permukaan gigi.
2.8.4 Lakukan pengetsaan pada
permukaan gigi
- Lama
etsa tergantung petunjuk pabrik
- Jika
jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus
dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah
cukup.
- Jika
jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair
tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa
hingga waktu etsa telah cukup.
2.8.5 Pembilasan dengan air selama
60 detik
Syarat
air sama dengan point 2.
2.8.6 Pengeringan dengan udara
setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura
- Syarat
udara sama dengan point 3.
- Cek
keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan
yang teretsa akan tampak lebih putih
- Jika
tidak berhasil, ulangi proses etsa
- Letakkan
cotton roll baru, dan keringkan
- Keringkan
dengan udara selama 20-30 detik
2.8.7 Aplikasi bahan sealant
- Self
curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi
selama 60-90 detik.
- Light
curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi
penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
2.8.8 Evaluasi permukaan oklusal
- Cek
oklusi dengan articulating paper
- Penyesuaian
dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Donna
Lesser, 2001)
2.9 Bahan Sealant Semen Ionomer Kaca
Semen ionomer kaca
adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat
dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya
yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga
disebut sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen ionomer kaca
terdiri atas bubuk dan cairan.
a. Bubuk semen ionomer kaca
Bubuk adalah kaca
kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari bubuk semen
ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium fluoride, calsium fluoride,
sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-bahan mentah digabung sehingga
membentuk kaca yang seragam dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500
ĀŗC. Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk
menimbulkan sifat radiopak (Kenneth J. Anusavice, 2004:
449).
b. Cairan semen ionomer kaca
Cairan yang digunakan
untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 50%.
Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada
sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk
kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau trikarbalik. Asam-asam ini cenderung
menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi
kecenderungan membentuk gel. Selain itu, memperbaiki karakteristik manipulasi
dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek waktu pengerasan (Lloyd Baum,
1997: 254).
c. Pengerasan
Ketika bubuk dan cairan
dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar 2), permukan partikel kaca akan
terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan ke
dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan
ion-ion kalsium dan membentuk masa yang padat.
Selama 24 jam
berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat dalam
campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku. Ion natrium dan fluorin
tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium
dapat menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil, sementara sisanya
bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar
merata di dalam semen yang mengeras (Kenneth J.
Anusavice, 2004: 451).
Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi
belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga
terutama melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan
kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan
enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena
kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar
(Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).
d. Sifat semen ionomer kaca
Semen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh
inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses
kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit
enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya
melepaskan fluor. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena
mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi
antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi
tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004: 453).
e. Indikasi fisure sealant semen ionomer
kaca
Indikasi penggunaan Fissure sealant dengan semen ionomer kaca sebagai berikut:
- Digunakan pada geligi sulung
- Kekuatan kunyah relatif tidak
besar
- Pada insidensi karies tinggi
- Gigi yang belum erupsi sempurna
- Area
yang kontaminasi sulit dihindari
- Pasien kurang kooperatif
2.10
Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca
2.10.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi
fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam
perawatan gigi:
a.
Memiliki
kemampuan abrasif ringan
b.
Tanpa
ada pencampur bahan perasa
c.
Tidak
mengandung minyak
d.
Tidak
mengandung Fluor
e.
Mampu
membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
f.
Memiliki
kemampuan poles yang bagus
2.10.2 Pembilasan dengan air
Syarat air:
a.
Air
bersih
b.
Air
tidak mengandung mineral
c.
Air
tidak mengandung bahan kontaminan
2.10.3 Isolasi gigi
Gunakan
cotton roll atau gunakan rubber dam
2.10.4 Keringkan permukaan gigi
selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a.
Udara
harus kering
b.
Udara
tidak membawa air (tidak lembab)
c.
Udara
tidak mengandung minyak
d.
Udara
sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan
gigi.
2.10.5
Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi
pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen
beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang
bagus (Gambar 3).
2.10.6 Pembilasan dengan air selama
60 detik
Syarat air sama dengan
point 2.
2.10.7
Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan
fisura dilakukan pembilasan
a.
Syarat
udara sama dengan point 3.
b.
Keringkan
dengan udara selama 20-30 detik
2.10.8
Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).
2.10.9
Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan
(Gambar 5).
2.10.10 Evaluasi permukaan oklusal
a.
Cek
oklusi dengan articulating paper
b.
Penyesuaian
dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
DAFTAR
PUSTAKA
Andlaw, RJ and Rock.
1992. Perawatan Gigi Anak. Alih bahasa: Agus Djaya dari A Manual of
Pedodontics. Jakarta: EGC
Anusavice, Kenneth J.
1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Baum, Lloyd. 1997. Buku
Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa oleh Prof. Dr. drg Rasinta Tarigan.
Jakarta: EGC
Combe, E.C. 1992.
Sari Dental Material. Diterjemahkan drg. Slamet Tarigan, MS, PhD. Jakarta:
Balai Pustaka
Craig, Robert G.
1979. Dental Materials. London: Mosby Company
Departement of Health North Sidney.
2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in Oral Health Service NSW. Diakses dari
http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf
pada 8
Juni 2009
Ganesh, Mahadevan
MDS, et al. 2007. Comparative Evaluation of The Marginal Sealing Ability of
Fuji VII and Concise as Pit and Fissure Sealants. The Journal Contemporary
Dental Practice, diakses dari http://www.thejcdp.com/issue033/ganesh/ganesh.pdf
pada 8 Juni 2009.
Harris, O Norman.
1999. Primary Preventive Dentistry Fifth Edition. USA: Appleton &
Lange
Kervanto, Sari. 2009. Arresting
Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura Sealants. Academic
Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki. Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?sequence=1
pada 8 Juni 2009
Kidd, Edwina A. M dan
Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar
Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida
Faruk dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta:
EGC
Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An
Overview of Dental Sealants. Diakses dari http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf
pada 8 Juni 2009
Lucas, J, Dr . 2008. Fuji VII Pink or White. Diakses dari http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW%20FORMAT.pdf
pada 8 Juni 2009
Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A
Policy Document on Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International
Journal of Paediatric Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf
pada 8 Juni 2009
Paarmann, Carline, RDH, MEd. 1991. Application
of Pit and Fissure Sealants. Diakses dari http://www.pte.idaho.gov/Forms_Publications/Health/Curriculum/DentalApplicationOfPitAndFissureSealants.pdf
pada 6 juni 2009.
Pinkham, J.R. 1994. Pediatryc
Dentistry, Infancy Trough Adolescence second edition. Philadelphia: W.B
Saunders Co
Subramaniam P. 2008. Retention of
Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a Fissure Sealant: a Comparative
Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics Prevent Departemen diakses
dari http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-3280171_090641.pdf pada 8 Juni 2009
Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit
and Fissure Sealant: Current Evidence and Concepts. Dental Practice
Journal. Diakses dari https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf
pada 8 Juni 2009
Wheeler, Russel C,
DDS, FACD. 1974. Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. Philadelphia
: W.B Saunders Company
0 komentar:
Posting Komentar